Waspadalah,..!!! Jual beli tanah bawah tangan potensi terjadi masalah.
Gerbanginterview – Jual beli tanah di bawah tangan bukan berarti tidak ada resikonya, orang biasanya senang mengambil jalan pintas dengan sebuah pengikatan jual beli bawah tangan, padahal jual beli bawah tangan adalah sarat terjadi masalah, baik bagi penjual, pembeli, dan juga pihak ketiga juga potensi terkena resiko.
Praktek jual beli tanah bawah tangan, sepertinya di Indonesia masih sering terjadi, utamanya masyarakat pedesaan yang awam hukum. Sebenarnya jika diperhatikan bisa menimbulkan resiko dan menimbulkan polemik dikemudian hari, bisa cepat atau lambat, tergantung besar kecilnya bobot persoalannya.
Maka perlunya ada pemahaman, terkait jual beli tanah bawah tangan, Sementara itu, pengertian dalam Pasal 1874 KUHPerdata berbunyi begini : “Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.” penjelasan isi surat dimaksud tidak adanya tanda tangan pemangku kewenangan, atau pejabat.
Penjelasan terserbut belumlah sepenuhnya bisa di terimaa masyarakat, karena masyarakat pada intinya tidak mau ribet, pinginnya cepet tanpa memikirkan akibat yang akan timbul dikemudian hari.
Baca juga :
Usulkan 12 Nama Menteri dan Wamen Milenial, Barisan Mas Gibran (BMG) Pilih Yang Mumpuni
Praktik – praktek jual beli tanah di bawah tangan biasa dilakukan karena biayanya tidak mahal dan prosesnya mudah. Cukup hadirikan saksi, proses jual beli tanah yang terjadi sudah dianggap sah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap tetjadi perslihan kepemilikan harus di daftarkan ke kantor pertanahan, biasanya masyarakat
untuk mendapatkan kepastian hukum atas tanah, setiap kali terjadi perubahan kepemilikan hak atas tanah harus didaftarkan di Kantor Pertanahan, Tetapi masyarakat memilih jalan pintas, memilih transaksi di bawah tangan dari pada melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Kebiasaan inilah yang dikemudian hari timbul polemik masalah baru, yang awalnya kepingin cepat murah dan mudah akhirnya menjadi masalah. Dan menurut hukum formal perjannian nual beli tanah bawah tangan tidak memiliki kepastian hukum. Dan perlu di ketahui bahawa segala bentuk jual beli bawah tangan, yang dilakukan atas dasar saling percaya, secara hukum akan mengakibatkan kerugian terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Perlunya masyarakat mengetahui tentang resiko jual beli tanah bawah tangan, bahwa pihak pembeli tidak memiliki alat bukti yang berkekuatan hukum tetap, yaitu berupa sertifikat tanah, belum lagi jika di kemudian hari terjadi sengketa ahli waris, pembeli sangat sulit membuktikan kepemilikan tanah lantaran tidak ada akta otentik. Dan akhirnya pihak penjual bisa menggugat pembeli untuk membatalkan transaksi dan meminta kembali tanahnya. Selain itu jual beli tanah bawah tangan si pembeli kesulitan untuk proses balik nama.