KISAH PERJUANGAN MARDJUNGAH MELAWAN MAFIA TANAH
BOYOLALI, Gerbanginterview – Seorang perempuan paruh baya bernama Mardjungah (60) Sebelum transmigrasi pada tahun 1990 an, ia juga menjadi penduduk warga Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, telah menjadi korban praktik mafia tanah, yang diduga pelakunya masih ada hubungan keluarga sendiri.
Mardjungah kaget saat tahu Tanah ladangnya yang terletak di sebelah timur Dukuh Sidorejo Rt 20/30 Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, tiba – tiba diketahui sudah dalam penguasaan orang lain, namun dalam catatan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Boyolali, atas namanya masih Mardjungah, menurut pengakuan Marjungah belum pernah menjual tanah ladangnya itu, kepada siapapun dan dengan cara apapun.
Namun Menurut keterangan warga masyarakat yang enggan disebutkan namanya menerangkan pada tim gerbanginterview “Bahwa tanah yang terletak di sebelah timur Dukuh Sidorejo Rt 20 Rw 30 Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, sejak Mardjungah pergi Transmugrasi, tanah tersebut yang di bagian selatan digarap atau dikuasai oleh mendiang Cokro Pawiro alias Bakir, warga Dukuh Sidotopo rt 19 rw 03, ia menguasai secara run temurun
Dan untuk bagian yang sebelah utara di garap oleh mendiang Harjo Wiyono warga Dukuh Sidosari rt 02 rw 01 Desa Cabean Kunti Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali, yang juga menguasai secara run temurun.
Sementara dengan berjalannya waktu Mardjungah mengurus tanahnya yang dibantu adik iparnya, Ahmadi (60) oleh karena kondisi keadaannya, Ahmadi meminta bantuan kepada seseorang untuk membantu mencarikan orang yang dipandang bisa mengurus, namun al hasil orang yang diberi kuasa malah tidak berkelanjutan dan tidak jelas ujung pangkalnya.
Baca juga :
Waspadalah,..!!! Jual beli tanah bawah tangan potensi terjadi masalah.
Ada informasi yang di tangkap tim gerbanginterview, Terkait informasi seseorang yang di beri kuasa membawa uang 30 juta, pihak Mardjungah melalui Ahmadi, mengatakan, “Kami tidak di rugikan, pasalnya uang 30 juta tersebut adalah pembayaran DP (Down Payment) dari yang mau beli tanahnya Mardjungah, yaitu ( Ngatijo) yang bersangkutan juga warga Desa Mliwis. DP yang semestinya di terima Mardjungah tetapi di terima seseorang yang diberi kuasa, tetapi tidak melaksanakan kuasanya dengan tuntas.
Akibat kejadian tersebut Ahmadi minta bantuan lagi kepada seseorang untuk melanjutkan mengurus tanah Mardjungah berdasarkan surat kuasa dari Mardjungah, Baru pada awal bulan Juni 2024 meminta bantuan hukum di Kantor Hukum Hide Law Surakarta, melalui seseorang juga dan resmi menandatangani kuasa tanggal 15 Juli 2024. Nol rupiah alias gratis, dan langsung melakukan pasang plakat “Tanah milik Ny. Mardjungah nomor SHM 957 desa Mliwis, Luas 1257 m2 (dalam kuasa Kantor Hukum Hide Law. Solo no HP 0813 2913 6426.”)
Dari hasil investigasi dan penelusuran tim kuasa hukum didapatkan data data bahwa untuk tanah yang sebelah utara masih utuh atas nama Mardjungah, dengan nomor SHM 957 desa Mliwis. a/n Mardjungah, dan tanah tersebut secara fisik masih di kuasai Suwarto warga Dukuh Sidosari Rt 02/01 Desa Cabeankunti, Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Ia adalah ahli waris dari mendiang Hardjo wiyono.
Sedangkan yang bagian selatan secara fisik dikuassi dan di garap oleh Sunarto anak dari Suroto warga Dukuh Sidotopo Rt Rw Desa Mliwis Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali, ia adalah ahli waris mendiang Cokro Pawiro, alias Bakir. Dalam keterangannya kepada tim gerbanginterview Suroto menjelaskan, “Sunarto menggarap tanah itu dengan cara menyewa, karana yang mempunyai tanah itu Sukarjo posisi di Jakarta.” Kata Suroto.
Sementata lanjutan dari investigasi tim kuasa hukum menemukan data baru terkait tanah Mardjungah, “Bahwa Tanah yang sebelah selatan yang di garap dan dikuasai ahli waris dari Cokro Pawiro alias bakir yang saat ini digarap Sunarto, sudah berubah menjadi SHM 947 a/n Suwarto. diterbitkan tahun 1992, dasar terbitnya sertipikat tersebut adalah surat perjanjian jual beli tanah bawah tangan, tanggal 4 – 11 – 1982. yang kemudian diajukan melalui PPAT, Kecamatan.
Mengacu terbitnya sertipikat tersebut, tahun 1992, sedangkan usia Suwarto saat ini jika diruntut dengan peraturan seseorang yang dapat melakukan perbuatan hukum dalam rangka pelayanan Pertanahan adalah 18 tahun atau sudah kawin. Sepertinya ada yang janggal disini.
Bahkan Suwarto memegang dan menjadi atas nama dalam sertipikst tersebut sejak diterbitkan hingga sekarang masih menguasai obyek yang tidak sesuai dengan sertipikat yang ia buat. Ia tahu kalau obyeknya salah setelah di klarifikadi dari tim hukum Hide Law bahwa Suwarto menguasai obyek yang salah.
Begitu juga dengan Suroto mewakili ahli waris dari cokro Pawiro alias Bakir, tetap kekeh merasa dia sudah membeli, dan akan tetap bertahan di lahan yang sebelah selatan, yang sebenarnya sudah berubah menjadi SHM, 947 a/n Suwarto. (Di rilis : Muhamad Sarman. red. GI/ tim Hukum Hide Law. reporter Jiyono)