SESAT DI JALAN DEMOKRASI
Gerbanginterview – Kalau kotor bilang saja kotor, agar jangan menjadi munafik selamanya. Jangan terus menerus menipu diri sendiri menjadi despotic yang menggunakan demokrasi untuk melanggar demokrasi.
Judul tulisan ini serasa menyakiti jalan Panjang perjuangan kemerdekaan republic Indonesia, tetapi tiba saatnya kita harus menampar wajah kita sendiri agar kita sadar, masih hidup kah kita atau sudah mati kah kita.
Negara dengan pemerintahan republic telah menjadi negara iblis, semua manusia telah menjadi minal jinnati wannas, mereka jin yang menyerupai manusia. Filsafat iblisiah memiliki tiga ontology yaitu : [1] iblis percaya ‘ana khairun minhum ; saya lebih baik dari mereka, [2] iblis senang melihat orang susah sekaligus susah melihat orang senang, [3] iblis sadar dirinya di jalan sesat dan berusaha menyesatkan orang lain lalu meyakini bahwa kesesatan tersebut baik adanya.
Ontology ketiga berlaku paling kejam, dimotori oleh Presiden, Mentri, Ketua Partai, Pengurus Partai, penyelenggara Pemilu, para relawan. Mereka menyadari bahwa penyogokan politik berupa barang dan uang adalah sesat (arrasi wan murtasi finnar) ; tetapi mereka tetap siaga melakukan kesesatan atau setidak tidaknya mendiamkan keadaan itu hingga jutaan rakyat ikut sesat memilih karena sogokan politik. Celakanya mereka menikmati jabatan karena hasil sogokan, rakyat juga memilih karena sogokan. Semuanya menjanjikan kebaikan dari proses kesesatan. Kini Komisi Penyelenggara Pemilu pun demikian, system si Rekap didesaen curang secara sistemis, dimanupulasi sebagai kebenaran umum.
Ontology kedua berlaku miris oleh para relawan dan loyalis, yang menang senang melihat yang kalah, sebaliknya yang kalah susah melihat yang menang. Tidak disadari system politik di negeri iblis menciptakan keterbelahan rakyat, hilang teposeliro, hilang ketulusan politik, bahkan pupus sudah keadilan sosial. Kita ingin sudahi cebong dan campret tetapi kita memulai julukan baru yang mungkin lebih menjijikan.
Ontology kesatu berlaku kejumudan politik, yang menang lebih baik dari yang kalah, yang curang lebih sukses dari yang jujur, yang bodoh lebih pantas dari yang alim.
Telah punah kebijaksanaan diri, telah sirna kerendahan hati, telah mati kepekaan jiwa. Pemilu yang bengis hanya melahirkan kumpulan orang-orang yang merasa paling benar di tengah kesesatan yang dibuatnya sendiri.
Perhatikan baik-baik dengan sedikit kritis pada sosok yang mungkin menang dengan kecurangan di Pemilu 2024. Sosok ini sangat mengetahui bahwa kekalahan di Pemilu 2019 lantaran kesesatan system perhitungan serta kecurangan. Lima tahun berlalu dia berada dalam rezim yang dihasilkan dari kesesatan, dia menikmati hasil kesesatan lalu belajar mengulangi kesesatan yang lebih parah untuk kemenangan baru baginya.
Mengulangi kesasatan demi kesasatan baru adalah kebodohan paling besar lalu yang hal demikian diikuti sebagai hal baik oleh puluhan juta rakyat maka itu lah cara iblis yang sesungguhnya.
Jika anda hendak belajar etika maka buka lah buku kebijaksanaan (dominikus). Negeri Iblis anti Pancasila ditandai kerakyatan tanpa kebijaksanaan, hukum tanpa kebijaksanaan, musyawarah tanpa kebijaksanaan, kini perwakilan kita juga tanpa kebijaksanaan.
Negeri yang malang berputar-putar pada kemalangan yang dipersiapkan, dilaksanakan dan dinikmati sendiri hingga kehancuran sebentar lagi tiba. (Al Ghozali Hide Wulakada ; Dosen Filsafat Hukum)