DiJawa dahulu ada sekte Bhairawa Tantra, yang kekinian pasti dipandang sesat. Sekte ini sinkretisme ajaran agama tertentu yg berkembang saat itu, (21/8/2022).
Bhairawa Tantra muncul sekira abad ke-6 M di Benggala sebelah Timur, tersebar ke Utara, Tibet, Mongolia, masuk ke Cina dan Jepang. Sementara itu cabang yang lain tersebar ke arah Timur memasuki daerah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Pengikut sekte ini berusaha mencapai kebebasan dan pencerahan (moksa) dengan cara yang sesingkat – singkatnya. Menurut mereka, pencerahan bisa diraih melalui sebuah kejenuhan total terhadap kenikmatan duniawi.
Dengan memperturutkan hawa nafsu sepenuhnya, hingga ketika terpuaskan nafsunya, maka jiwanya akan menjadi merdeka
Bentuk ritual Bhairawa Tantra meliputi ritus ma-lima atau pancamakara.
Ritual Ma-lima itu meliputi :
1. matsiya (makan ikan),
2. mamsa (makan daging),
3. mada (minuman keras),
4. mudra (ekstase melalui tarian hingga “kerasukan”), dan
5. maithuna (seks bebas)
Dalam bentuk yang paling esoterik, pemujaan memerlukan persembahan (kurban) berupa manusia. Sehingga saat ritual dilakukan dengan meminum darah manusia dan memakan dagingnya (kanibalisme)
Aneka peralatan dan sesaji seperti tumpeng berupa ikan, daging hewan, daging manusia, darah manusia dan hewan, minuman arak, dan aneka sesaji lainnya di letakan di tengah-tengah yang dikitari melingkar oleh pemeluknya.
Selanjutnya mereka melakukan ritual minum arak, makan daging, minum darah dibarengi dengan persetubuhan, hingga menyebabkan keadaan “trance” atau kesurupan.
Tentu saja juga ada pembacaan mantra² dalam ritual tersebut.
Pada abad ke-13 dan 14, islam mulai berkembang di pesisir Utara Jawa.
Para Wali dan sebagian kelompok lain berupaya merubah keyakinan pengikut Bhairawa Tantra, karena menganggap bahwa Bhairawa Tantra merupakan ajaran yang menyimpang.
Sunan Bonang dan pengikutnya melakukan upacara tandingan, untuk menangkal Bhairawa. Para pengikut Sunan Bonang diminta duduk membentuk sebuah lingkaran atau cakra.
Di tengahnya, aneka makanan seperti nasi tumpeng dan golong, daging ayam, ikan, air putih dan beberapa hasil bumi, dalam artian aneka makanan dan minuman disajikan lengkap, serta diikuti pembacaan doa.
Ritual tandingan ini dikenal dengan istilah “Slametan”. Yang berarti memohon keselamatan.
Dari situlah budaya Slametan berawal hingga berkembang pesat pada era Mataram Islam, hingga saat ini di sebagian masyarakat.
Ma-lima versi Bhairawa sebagaimana disebut di awal tulisan ini, kemudian diubah menjadi pantangan, masih dalam jargon yang sama ma-lima, yakni dilarang untuk :
1. Maling (mencuri),
2. Madhat (memakai narkotika),
3. Minum (mabok miras),
4. Main (berjudi)
5. Madon (bermain perempuan).
Dalam perkembangannya, seiring berkembangnya pengikut ajaran agama Islam, (dan ajaran lain) praktik Slametan juga filosofi Ma Lima yang baru berhasil mengikis keberadaan aliran Bhairawa Tantra.