SPRI Jateng, Gelar Halal bil Halal, Bahas Isu Strategis Pers, di Jl Branjangan Kota Lama, Semarang.
SEMARANG, Gerbanginterview – Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pers Republik Indonesia Jawa Tengah Pimpinan Sriyanto Ahmad, Spd, MH, C, Me, bertempat di Jl. Branjangan Kota lama, Semarang, pada Sabtu 25/5/ 24 menggelar Halal bil Halal yang dikemas dengan tema temu kangen pasca pemilu 14 Februari 2024. yang dihadiri para awak media yang tergabung SPRI Jateng.
Acara Halal bil Halal yang di desain dengan tata ruang yang asri santai yang termasuk wilayah cagar budaya kota semarang ini para awak media terlihat penuh suka cita, canda dan tawa, seperti terlihat saat Sriyanto Ahmad Ketua SPRI jateng menyinggung soal gelombang protes atas rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang ramai di bicarakan para insan media.
Dalam benak para penggiat pers bertanya tanya, bisakah Dewan Pers memperjuaangkan profesionalisme, indenpendensi demi tegaknya supremasi pers atau sebaaliknya dari Dewan Pers sendiri melemahkan seupremasi pers hal ini terbukti dengan adanya isu stragis regulassi pers tentang Perpres 32/2024 tentang Publiser Right ( Platform Digital Global ) , Dualisme Kompetensi Jurnalistik Uji Kompetensi dan Sertifikasi jurnalistik, selanjutnya tentang isu yang baru hangat dan viral yaitu tentang adanya revisi UU Penyiaran yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi? Atau kepentingan Lembaga Penyiaran Swasta nasional yang diperjuangkan?
Sriyanto Mengomentari hiruk-pikuk protes revisi UU Penyiaran gara-gara muncul pasal 56 Ayat (2) poin c, yang isinya melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, Sriyanto melihat dari sudut pandang lain bahwa permasalahan ini tidak perlu terlalu dibesar-besarkan.
Secara tegas Ketua SPRI Jateng menilai revisi UU Penyiaran mencantumkan pasal pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi di lembaga penyiaran swasta bertentangan dengan kemerdekaan pers khusus bagi wartawan yang bekerja di media penyiaran.
“Sebenarnya revisi UU Penyiaran ini menurut Sriyanto, Ketua SPRI Jateng justeru menguntungkan bagi wartawan yang bekerja media cetak atau media online. Jurnalisme investigasi nantinya hanya bisa dinikmati masyarakat di media cetak atau di media online saja,” terangnya.
Sementara terkait munculnya banyak pertanyaan apakah praktek jurnalistik investigasi tidak bisa lagi dikerjakan wartawan jika revisi UU Penyiaran ini jadi diberlakukan? Sriyanto mengatakan, “tidak perlu khawatir. ” kita harus bisa membedakan investigative daari sisi UU Pers yang bersifat khusus ( lex specialist ) dan KUHP yang bersifat umum ( Lex General ) suatu investigasi yang masih dalam ranah penyelidikan dan penyidikan adalah suatu yang dikecualikan bukann untuk ranah publik sesuai UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, “ Tegasnya.
Sriyanto, menekankan untuk menghadapi perkembangan dunia Pers perlunya para wartawan yang tergabung di Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) segera melengkapi legalitasnya sebagai insan jurnalis, dengan mengikuti Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP RI) yang bekerjasama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) atau Uji Kompetensi yang direkomendasikan oleh Dewan Pers dan semua itu sama sama memiliki legalitas karena ada alasan pembenar yaitu sesuai aturan perundang –undangan, maka kami menghimbau kepada instansi baik pemerintah maupun swasta untuk mefasilitasi dan mengakomodir kedua lisensi tersebut dan yang perlu diwaspadai justru jurnalis yang belum memiliki lisensi jurnalistik