SAMPANG | gerbanginterview.com – Ripkianto, manager PT Amin Jaya Karya Abadi memarahi jurnalis yang hendak melakukan konfirmasi terkait ambrolnya jembatan di Tamberu Alet, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Sampang, Senin (26/12/12)
Alex Supriyadi, jurnalis SuaraPublik.com saat melakukan konfirmasi. Terkesan dimarahi oleh Ripkianto, Manager PT Amin Jaya Karya Abadi.
Pada saat itu Alex mengkonfirmasi terkait ambrolnya jembatan di wilayah 3.1 Jalan Nasional Madura.
Alex mengatakan, awalnya saya mengkonfirmasi terkait ambrolnya jembatan.
“Awalnya itu enak. Kita lakukan komunikasi dengan baik, jawabannya itu enak, Ripki menjawab bahwa itu tebingnya yang rusak akibat ombak dan muatan Truck terlalu over dosis,” kata Alex.
Setelah itu saya menanyakan siapa yang bekerja tebing, Ripkianto menjawab lagi, Itu pekerjaan udah lama ada mas, dan kondisi masih layak, itu disebabkan karena gelombang air laut tinggi, dan bencana alam.
“Kalau kita berbicara kejadian bencana alam siapa yang mau disalahkan mas? Tebing itu sudah lama ada mas,” ucap Alex sambil lalu menirukan jawaban Ripki.
Selanjutnya saya selaku jurnalis SuaraPublik.com menanyakan. Apakah PPK tidak melakukan survey dan pengawasan saat menggelar hotmix di jembatan itu, saya menanyakan seperti itu. Karena kalau benar-benar diawasi berdasarkan nalar sehat tidak mungkin ambrol, soalnya di Desa Bumi Anyar, Kabupaten Bangkalan jalan nasional dekat pantai itu aman dan tidak sampai ambrol seperti,” tutur Alex.
Lalu Ripkianto menjawab melalui pesan suara Whatsapp dengan nada yang sangat tinggi dan dirinya seakan-akan menantang dan dia menyatakan bahwa Ripkianto sama-sama seorang jurnalis dari media Sidik Kasus.
“Kalau masalah survey sering kali dilakukan, sepintarnya nahkoda menjalankan kapal. Kalau ombaknya sudah besar, terus kemudian kapal itu tenggelam. Siapa yang mau disalahkan, terus ada jembatan kokoh. Lalu ada banjir, terus jembatan itu roboh. Siapa yang mau disalahkan,” kata Rifky dengan nada tensi tinggi.
Rifky diisi pesan suara masih terus dengan nada emosi tinggi. Ia menambahkan, saya juga heran kepada sampeyan mas. Kok mengejar seolah-olah PT Amin Jaya dan dinas-nya itu salah, media itu harus berimbang. Jangan memojokkan salah satu orang atau instansi itu tidak baik mas.
“Saya juga dari media Sidik Kasus. Jadi kita fer ya, sama-sama seorang media. Kalau berbicara bencana alam itu keputusan tuhan, coba dipikir secara nalar sehat, nalar yang baik,” pesan suara Rifky dengan nada kasar.
Setelah Ripkianto dihubungi oleh media ini. Ripkianto berkilah bahwa dia tidak marah-marah.
“Coba buktikan mana voice saya marah-marah. Saya hanya bilang bahwa itu bencana alam, dan terkait masalah media Sidikkasus. Kakak saya Mas Fahrudin yang punya media Sidikkasus, salah saya dimana. Kalau saya bilang Sidikkasus. Karena memang benar itu medianya Kakak saya,” singkat Ripki melalui pesan suara Whatsapp.
Hanafi, Pembina Persatuan Jurnalis Sampang geram mendengar hal itu. Seorang kontraktor memarahi jurnalis, dan mengaku adalah seorang media (Jurnalis) itu sangat mengancam kemerdekaan Pers.
“Seorang kontraktor marah-marah kepada seorang jurnalis. Seharusnya saat dikonfirmasi menjawab santun, karena jurnalis itu dilindungi oleh Undang-Undang RI No 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” ucap Hanafi.
Hanafi pun juga mengatakan, setelah bernada kasar. Dia mengaku seorang jurnalis dari media Sidikkasus, dan dalam pesan suaranya seakan-akan menggurui seorang jurnalis.
“Jurnalis itu menulis berita memang harus berimbang. Intinya, mengkonfirmasi dua belah pihak. Masalah JUDUL berita, itu sudah biasa. Diberi judul ekstrim maupun lembut, tujuannya untuk merangsang peminat pembaca” terang Hanafi.
Terakhir Hanafi menegaskan, kepada Ripkianto, Manager PT Amin Jaya jangan mengaku jurnalis jika tidak aktif menulis. Dan saya tantang Ripki debat terbuka terkait PERS, jangan petantang-petenteng sesuka hatinya memarahi jurnalis.
“Jurnalis adalah profesi mulia di Indonesia. Dan dalam waktu dekat, kita akan bersurat ke media Sidikkasus. Jika benar Ripkianto jurnalis Sidikkasus, agar segera dinonaktifkan. Karena diduga menyalahgunakan profesi wartawan dan seakan-akan dibuat taming untuk mengamankannya, dan ini menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pers,” tegasnya.
Reporter : Mansur