Oleh : Muhammad Sarman
HAMPIR semua orang tidak asing dengan istilah Bank Plecit atau Bank Titil, keberadaannya dinilai banyak orang meresahkan, pasalnya dalam setiap penagihannya sering menggunakan bahasa kasar, mengintimidasi, penagihan dengan cara cara kasar melalui pesan suara, “Kalau gak bayar tak dongkel rumahmu,” Itu katanya.
Tomblok ( bukan nama aslinya) mengaku saking takutnya tidak berani keluar rumah, dan setelah penagih Bank Titil nya pergi pintu rumah tidak bisa di buka, ternyata pintunya di kasih lem alteco,” Kilahnya.
Bank Plecit dalam penagihan adakalanya memakai pihak ketiga, atau yang disebut debt collector, karena pihak kreditur tidak mau merugi.
Jika kita merujuk pada peraturan perbankan bank Plecit aspek hukumnya dan segala persoalan yang timbul belum jelas, maka bisa dibilang bank ilegal, karena dasar hukum spesifik yang mengatur pelaksanaannya belum ada.
Hanya bermodalkan kepercayaan yang di buktikan dengan foto copy KTP, datang bawa foto copy KTP pinjaman langsung cair.
Namun demikian maraknya bank plecit itu keberadaannya juga di tunggu tunggu, karena pada umumnya menjadi konsumsi para ibu ibu rumah tangga yang notabene pengangguran, mereka kumpul di salah satu rumah yang di buat sentral berkumpulnya dan memudahkan petugas bank plecetnya datang menagih.
Kucing kucingan alias umpet umpetin antara nasabah dan penagih adalah bak sebuah sinetron yang saban hari menjadi tontonan tetangga kakan kiri, pemandangan ini hampir di setiap sudut desa ada.
Merujuk pada UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang selanjutnya disebut UU Perbankan, disebutkan, bank gelap dimaknai sebagai seorang ataupun pihak yang melangsungkan praktik seolah-olah adalah bank.
Selanjutnya pasal 46 ayat (1) juncto Pasal 16 ayat (1) UU Perbankan memberikan batasan perbuatan bank gelap yakni, menghimpun dana masyarakat berbentuk simpanan tanpa seizin Pimpinan Bank Indonesia.
Bunyi Pasal 1320 KUHP perdata tentang syarat sah sebuah perjanjian/kesepakatan yang sering terabaikan oleh pelaku usaha bank plecit.
Bila kita tarik dari cara prakteknya bank plecit itu hanya menyalurkan dana dalam bentuk pinjaman, tanpa simpanan dari para nasabahnya, dan bank Plecit menggunakan perjanjian kesepakatan antara nasabah dan kreditur, tetapi mengabaikan syarat sahnya sebuah perjanjian itu
Ada empat syarat sahnya perjanjian/kesepakatan, menurut Pasal 1320 KUHP perdata adalah
pertama mereka yang mengikatkan diri, kedua kecakapan untuk membuat suatu perikatan, ketiga suatu pokok persoalan tertentu dan terakhir suatu sebab yang tidak terlarang.