Jangan Tinggalkan “BILUNG” Karena BILUNG, Sangat di butuhkan warga Masyarakat.
Gerbanginterview – Saudaraku dimanapun berada,…Salam waras selalu, semoga pagi ini membawa kita kepada awal yang baik untuk aktifitas kita,…Mari tetap jaga lingkungan, Bina lingkungan (BILUNG) dari lingkungan yang terkecil
Kita ini berada dalam lingkup sosial masyarakat yang sangat kental dengan hubungan kekeluargaannya.
Satu contoh yang mudah saja, Bila ada tetangga yang mempunyai hajat, kita guyub rukun membantunya, bila ada satu tetangga yang sedang terkena musibah, kita cepat cepat membantunya.
Dari situlah kita dihadapkan betapa saling membutuhkannya bantuan dari tetangga, suka duka dalam kehidupan bersosial masyarakat, kita dengan tetangga, bukan dengan orang yang di sana, kalau toh iya, dengan orang yang di sana itu sifatnya hanya sesaat saja.
Dengan berbagai peristiwa dalam kehidupan bersosial masyarakat tentunya ada gesekan gesekan beda pendapat, disitulah kita belajar untuk noto ati dan belajar untuk ber musahabah (intropeksi diri) hidup berbaur dengan tetangga.
Komunitas dalam bertetangga, orang Jawa menggunakan filsafat jawa Roso ewuh pekewuh, Ajen kinajenan saling menjaga perasaan, karena sadar, bahwa kita ini berangkat dari latar belakang yang berbeda, disinilah kita belajar ngaji diri.
Pemilu,…!!! Adalah hajadnya negara yang di gelar lima tahun sekali, jika kita mau belajar memahami dan memaknai peristiwa yang ditimbulkan dari sebelum pemilu dan sesudah pemilu, disitulah jati diri kita akan terlihat potretnya, gambar wajah kita.
Seperti yang terjadi saat ini menjelang pemilu, banyak peristiwa peristiwa yang terjadi, saling hujat, saling serang, berdebat, bertengkar, itu nyata, itu fakta, dan ada juga yang memuja pilihannya seakan tidak ada cacatnya.
Anehnya saat ini banyak juga orang yang belajar curang, hanya untuk memenuhi hasrat nafsu sebuah kepentingan, bahkan ada yang rela mengorbankan kepentingan keluarganya, dengan mengatasnamakan demi kepentingan masyarakat… Pertanyaannya, “Masyarakat yang mana,?”
yang lebih ngeri lagi, karena merasa super power di satu desa, menggunakan sifat adigung adiguna, sopo siro sopo ingsun, bebas melakukan apa saja yang ia mau, hingga muncul istilah “Saya tidak kemana mana tetapi saya ada dimana mana.” Luar biasa.
Tidak bisa dipungkiri efek pemilu plus minusnya pasti ada, luka gesekan beda pendapat dengan tetangga karena pemilu, susah sembuhnya, tetapi gesekan dan beda pendapat yang diatas sana, hanya diibaratkan orang buang air besar, keluar merasa lega cebok selesai sudah duduk satu meja lagi.
Dari uraian ini, mari kita bermusahabah intropeksi diri, pemilu itu hanya lima tahun sekali, mari kita belajar memaknainya dengan akal sehat, jangan mudah terkecoh, kalau ada ASN dan Perangkat desa yang mengajak memilih salah satu partai itu adalah salah dan melanggar undang undang apa lagi menjadi pengurus tim pemenangan salah satu partai itu salah kaprah.
Coba kita lihat di layar kaca, ketika para pakar politik sedang berdebat mereka bertengkar, adu pendapat, kita yang melihat menafsirkan “Wah gawat ini,” Tetapi apa ending dari berdebat tersebut, begitu keluar salaman selesai tidak ada masalah yang serius, pertanyaannya,…Mengapa kita terlalu serius,? (Redaksi/GI)