Tapera: Tabungan Perumahan RakyatPolemik dan Sederet Masalahnya

Must Read
- Advertisement -

Tabungan
Tapera: Tabungan Perumahan Rakyat Polemik dan Sederet Masalahnya

JAKARTA, Gerbanginterview – Baru-baru ini publik dihebohkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. PP ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera). Lalu, apa sebenarnya Tapera dan mengapa menjadi heboh?

Tapera
Vincent Suriadinata, SH., MH. Managing Partner Mustika Raja Law Office

Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir. Yang menjadi Peserta Tapera adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan yang telah membayar simpanan. Berdasarkan Pasal 7 UU Tapera, setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan minimal UMR wajib menjadi peserta.

Besaran simpanan Tapera ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah yang diterima oleh pekerja dengan komposisi sebesar 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5% ditanggung oleh pekerja. Aturan ini diimplementasikan paling lambat 7 tahun sejak terbitnya PP Nomor 25 Tahun 2020 atau pada Tahun 2027.

Kemunculan Tapera ini menimbulkan penolakan baik dari kalangan pengusaha maupun pekerja. Dari sisi pengusaha merasa keberatan dengan kebijakan ini. Meskipun hanya menanggung 0,5% potongan itu tetap memberatkan perusahaan. Saat ini, beban yang ditanggung pelaku usaha berkisar 18,24-19,74%. Dari sisi pekerja, menyoroti sudah ba¬nyaknya potongan yang selama ini mengurangi upah bulanan mereka. Masyarakat yang terdaftar sebagai peserta BPJS memiliki kewajiban membayar iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua (JHT), BPJS Ketenagakerja¬an Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).

Tapera

Menurut Penulis, keberadaan Tapera ini perlu ditinjau ulang. Pasalnya, alih-alih memberikan jaminan dan kesejahteraan kepada masyarakat, program ini justru membebani pengusaha dan pekerja. Tapera ini sudah tidak sejalan dengan prinsip sebagai Tabungan itu sendiri. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan, “Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu”. Bagaimana disepakati jika sifat Tapera adalah wajib bagi semua pekerja?

Penulis berpendapat bahwa program Tapera ini dibuat tanpa melalui kajian yang matang. Program ini jelas tidak dibutuhkan oleh semua pekerja. Contohnya bagi pekerja yang sudah memiliki rumah atau sedang KPR. Apakah pekerja yang sudah memiliki rumah atau sedang KPR wajib mengikuti Tapera ini? Sekelas Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pun tidak bisa menjawabnya ketika ditanya oleh awak media. Hal ini menunjukkan bahwa program Tapera belum memikirkan kondisi dan dampak yang mungkin ditimbulkan dalam pelaksanaannya.

Persoalan lain yang mungkin timbul adalah soal kepatuhan dalam menyetorkan dana Tapera. Dalam Pasal 20 PP Nomor 25 Tahun 2020 disebutkan bahwa, “Pemberi Kerja wajib menyetorkan Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap bulan, paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya dari bulan Simpanan yang bersangkutan ke Rekening Dana Tapera.” Dengan sistem demikian, sangat mungkin banyak pengusaha yang tidak patuh atau tidak tertib untuk menyetorkan simpanan. Apakah supaya tertib akan diberikan sanksi? Hal ini tentu akan menjadi polemik baru karena ketidakpatuhan dalam menyetor simpanan dikategorikan sebagai pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi.

Penulis menilai sebaiknya program Tapera ini ditinjau ulang. Kalaupun tetap akan berjalan, jangan menjadi suatu kewajiban bagi pekerja. Sebab pada prinsipnya setiap orang memiliki prioritas dan kebutuhan yang berbeda-beda.

Penulis: Vincent Suriadinata, SH., MH.
Managing Partner Mustika Raja Law Office

KISAH PERJUANGAN MARDJUNGAH MELAWAN MAFIA TANAH

KISAH PERJUANGAN MARDJUNGAH MELAWAN MAFIA TANAH BOYOLALI, Gerbanginterview - Seorang perempuan paruh baya bernama Mardjungah (60) Sebelum transmigrasi pada tahun 1990 an, ia juga menjadi...

Waspadalah,..!!! Jual beli tanah bawah tangan potensi terjadi masalah.

Waspadalah,..!!! Jual beli tanah bawah tangan potensi terjadi masalah. Gerbanginterview - Jual beli tanah di bawah tangan bukan berarti tidak ada resikonya, orang biasanya senang...

Bun Wid Divonis 8 Bulan Kerna Tidak Terbukti Jadi Otak Penembakan di Sampang

  SAMPANG, gerbanginterview.com - Hakim Pengadilan Negeri Sampang membacakan vonis bahwa Moch Wijdan dijatuhi hukuman delapan bulan, Karna Kades Ketapang Daya tidak terbukti sebagai otak...

Sedumuk Bathuk Senyari Bumi…!!!

Sedumuk Bathuk Senyari Bumi...!!! Gerbanginterview - Sedumuk Bathuk Senyari Bumi Dibelani Tekaning Pati, Satu peribahasa jawa yang sangat menyentuh hati dan mengandung makna kurang lebihnya...

Membangun Generasi Tertib dan Disiplin, Kapolres Boyolali Pimpin Apel

Membangun Generasi Tertib dan Disiplin, Kapolres Boyolali Pimpin Apel Boyolali - Semangat pagi yang cerah menyelimuti Halaman Apel Mapolres Boyolali saat Kapolres Boyolali, AKBP Muhammad...
- Advertisement -spot_img
Latest News

KISAH PERJUANGAN MARDJUNGAH MELAWAN MAFIA TANAH

KISAH PERJUANGAN MARDJUNGAH MELAWAN MAFIA TANAH BOYOLALI, Gerbanginterview - Seorang perempuan paruh baya bernama Mardjungah (60) Sebelum transmigrasi pada tahun...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This